Ulah hacker bocah kembar asal Ponorogo ini memaksa Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) merombak sistemnya secara besar-besaran. Mulai dari mengganti server sampai memprogram ulang sistem menjadi pilihan demi keamanan agar tak rentan diusik tangan-tangan jahil. ”Kejadian pembobolan oleh dua bocah kembar itu memang salah satunya yang membuat kami merombak sistem secara massif,” terang Ketua PANDI Bidang Sosialisasi dan Komunikasi, Sigit Widodo, Kamis (24/4/2014).
Dia menambahkan pekerjaan perombakan itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. Langkah ini sebagai bentuk antisipasi agar kasus pembobolan sistem tak terulang lagi. ”Sampai sekarang memang belum ada lagi kasus pembobolan, tapi kami sadar tak ada sistem yang sempurna. Maka itu, kami sangat berterima kasih jika ada hacker yang mau menginformasikan adanya lubang keamanan,” jelas Sigit.
Sigit menekankan PANDI sama sekali tak memandang hacker sebagai musuh. Dia menilai justru membutuhkan bantuan hacker sehingga sistem yang dibangun terus menerus disempurnakan. ”Saya yakin hacker di Indonesia itu nasionalisme-nya sangat tinggi. Mereka hanya menyerang server-server negara lain,” urainya.
Khusus untuk bocah kembar asal Ponorogo yang sukses membobol sistem PANDI, Sigit justru mengucapkan terima kasih. Ketrampilan mereka masuk ke sistem PANDI membuat pengelola domain .id itu segera memperbaiki diri. ”PANDI ingin mereka dihukum seringan-ringannya, apalagi masih di bawah umur. Sebisa mungkin mereka tak perlu dipenjara,” ucapnya.
Kasus ini mencuat setelah DBR dan ARB duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Ponorogo, Jawa Timur. Kedua anak baru gede ini mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya membobol sistem PANDI hanya bermodalkan tools di browser Mozilla Firefox. Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) berinisiatif menemui hackber bocah kembar yang tengah sidang karena membobol sistem PANDI. Rencana itu baru akan direalisasikan pada akhir Mei mendatang.
”Kebetulan pada 23-25 Mei ada Festival Domain Rakyat di Madiun. Nah, saya akan memanfaatkan momen itu untuk bertemu mereka. Teknisnya nanti dipikirkan apakah saya ke rumah mereka atau mereka diundang ke acara itu,” kata Ketua PANDI Bidang Sosialisasi dan Komunikasi, Sigit Widodo Kamis (24/4/2014).
Sigit mengaku tak bisa berbuat banyak setelah kasus itu dipersidangan. Dia beralasan jika mencabut laporan itu justru akan menimbulkan preseden buruk di masa depan. ”Sejujurnya kami dalam posisi dilematis. Kami tak ingin mereka dihukum tapi mencabut tuntutan bisa membuat semua orang yang bobol sistem nantinya enggak dihukum,” paparnya. Ternyata tuntutan hukum adalah sistem perlindungan anti hacker terbaik yang dimiliki oleh para pakar IT PANDI.
Lebih jauh, sambung Sigit, kasus ini sebenarnya sudah lama. Pembobolan itu terjadi pada tahun 2010. Dia terus terang mengaku saat itu memang sistem PANDI sedang buruk sehingga rentan dibobol. ”Harus diakui memang saat ini kami sedang jelek dan kami terima kasih sama mereka sudah dikasih tahu lubang keamanannya,” terangnya. Kasus ini mencuat setelah DBR dan ARB duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Ponorogo, Jawa Timur. Kedua anak baru gede ini mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya membobol sistem PANDI hanya bermodalkan tools di browser Mozilla Firefox.
Sepasang bocah kembar asal Dusun Ploso Jenar, Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupatem Ponorogo Jawa Timur dilaporkan karena membobol situs PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia). Dua bocah tersebut tengah menghadapi sidang di Pengadilan Negeri setempat. Adalah DBR dan ABR, kelahiran Oktober 1994 (16 tahun) ini mulai masuk ke sistem PANDI sekitar 2010 silam. Sejak itulah, bocah kembar ini mulai meretas situs penyedia jasa registry domain .id ini.
Sekitar setahun kemudian, pengelola PANDI menyadari sistem keamanannya rusak. PANDI pun melaporkan ke divisi cyber crime Kementerian Komunikasi dan Informatika. Setelah melalui proses penyelidikan, baru 2013 silam, DBR dan ABR disidang di Pengadilan Negeri Ponorogo dengan nomor perkara 395/ Pid. Sus/ 2013/ PN. PO.
Oleh Majelis hakim (yang semula diketuai Muslim SH kemudian diganti Putu Gede Novyrta, SH, Mhum), didakwa 8 januari 2014 silam. Hakim memberikan dakwaan: Primair pasal 48 (1) jo pasal 32 (1) uu no.11/2008 tentang iiformasi dan transaksi elektronik jo pasal 55 (1) KUHP, Subsidair 46(1) jo pasal 30(1) uu 11/2008 jo psl 55 KUHP.
Bagaimana kedua bocah ini bisa membobol situs PANDI? Menurut pengacaranya, Mohammad Pradhipta Erfandhiarta SH dari kantor Pengacara Ernawati SH, MH and Friends DBR dan saudara kembarnya ABR memakai cara yang cukup sederhana. Mereka hanya memanfaatkan fasilitas gratisan dari mozilla. “Kedua bocah ini cuma menggunakan software tamper data (aplikasi plug in gratisan dari mozilla),” kata Pradhipta.
Menurut Pradhipta, ABR dan DBR memang masuk ke sistem situs PANDI tapi tidak melakukan kegiatan yang merusak. Mereka cuman menduplikasi nama domain,diaktifkan secara ilegal,tapi tidak pernah dijual. “Mereka tidak pernah membuat situs yang diduplikasikannya ini menjadi komersil dan domain-domain yang mereka aktifkan tidak pernah diisi apa-apa,” sambung pria yang disapa Dipta ini.
Uniknya lagi, DBR dan ABR ini saat ini tidak menempuh di pendidikan formal. Keduanya baru saja menyelesaikan Ujian Nasional di pendidikan informal Kejar Paket C. Dalam persidangan yang berlangsung tertutup ini, dari keterangan sejumlah saksi terungkap kalau saat melapor PANDI baru menyadari kalau mereka melaporkan dua orang remaja ini. Semula pihak PANDI mengira akan menghadapi hacker anak-anak.
Pasrah dan tenang, itulah yang ditunjukkan ABR dan BR, sepasang bocah kembar pembobol situs PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia) ketika menghadapi sidang. Padahal, bocah asal Ponorogo Jawa Timur ini terancam hukuman yang cukup berat. Karena tindakannya meretas situs PANDI, si kembar didakwa dengan dakwaan Primair pasal 48 (1) jo pasal 32 (1) uu no.11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik jo pasal 55 (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dengan denda maksimal,
Rp2 miliar. Juga dakwaan subsidair 46(1) jo pasal 30(1) uu 11/2008 jo pasal 55 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Di hadapan Majelis hakim (yang semula diketuai Muslim SH kemudian diganti Putu Gede Novyrta, SH, Mhum) keduanya terlihat tenang.
“Awalnya mungkin sempat berontak. Tapi, hakimnya baik-baik, mereka memberikan pendekatan rohani meyakinkan kalau anak saya tak perlu takut menghadapi sidang. Sekarang mereka tenang,” kata Didik, ayah dari dua anak kembar ini.
Didik mengatakan semakin hari anak-anaknya semakin tenang menjalani sidang. Upaya terapi rohani yang dijalani ABR dan DBR membawa kesejukan sehingga ketika mereka menghadapi persidangan pasrah.
“Anak-anak saya kalau di sidang itu tenang. Mereka pasrah saja. Ini hasil mereka semakin rajin salat dan berpuasa,” kata Ddik. Dua buah hatinya ini kata Didik punya keyakinan, kalau ini adalah episode yang memang harus mereka jalani. DBR dan ABR ini justru menenangkan orangtuanya, bahwa mereka tidak akan menghadapi apa-apa. “Anak saya mengatakan kalau Allah Maha Adil, mereka yakin tidak akan terjadi apa-apa. Saat ini memang kedua anak saya ini merasa harus menjalani proses persidangan ini,” jelas Didik dengan suara pelan.
ABR dan DBR adalah bocah kembar asal Ponorogo yang disidang karena meretas situs PANDI. Keduanya mulai masuk ke sistem PANDI sekitar 2010 silam. Sejak itulah, bocah kembar ini mulai meretas situs penyedia jasa registry domain .id ini. Sekitar setahun kemudian, pengelola PANDI menyadari sistem keamanannya rusak. PANDI pun melaporkan ‘Hacker’ ini. Setelah melalui proses penyelidikan, baru 2013 silam, DBR dan ABR disidang di Pengadilan Negeri Ponorogo dengan nomor perkara 395/ Pid. Sus/ 2013/ PN. PO. DBR dan saudara kembarnya ABR memakai cara yang cukup sederhana. Mereka hanya memanfaatkan fasilitas gratisan dari browser mozilla firefox
Keduanya ternyata memiliki kisah pilu dalam kesehariannya. Mereka jadi ‘korban’ bully oleh teman sebayanya.
Pembawaan DBR dan ABR ini sejak kecil memang tertutup. Sejak SD, remaja kelahiran Oktober 1994 ini cenderung kurang bersosialisasi dengan teman sebayanya karena setiap bergaul, keduanya sering dibully. Karena itu, keduanya tak pernah lama bersekolah di satu tempat. Pasangan kembar asal Dusun Ploso Jenar, Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo Jawa Timur ini kerap pindah sekolah.DBR dan ABR ini saat ini tidak menempuh di pendidikan formal. Keduanya baru saja menyelesaikan Ujian Nasional di pendidikan informal Kejar Paket C.
Pengacara dari kantor Pengacara Ernawati SH, MH and Friends ini menceritakan, keseharian kliennya ini di rumah nyaris tak ada teman. Hanya komputer yang setia mereka ajak berkomunikasi. Keduanya sangat jarang keluar rumah, kecuali salat berjamaah ke Masjid sekitar rumahnya.